Belum
banyak buku yang secara eksplisit memasukkan era terakhir ini ke dalam
sejarah evolusi teknologi informasi. Fenomena yang terlihat adalah bahwa
sejak pertengahan tahun 1980-an, perkembangan dibidang teknologi
informasi (komputer dan telekomunikasi) sedemikian pesatnya, sehingga
kalau digambarkan secara grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara
eksponensial. Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet
diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi
teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk
memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa
mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan menjadi seperti
ini.
Ibaratnya
mereka melihat bahwa yang ditanam adalah benih pohon ajaib, yang
tiba-tiba membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang.
Sulit untuk ditemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang
terjadi sejak awal tahun 1990-an ini, namun fakta yang terjadi dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Tidak ada yang dapat menahan lajunya
perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya telah menghilangkan
garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada
negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar
negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual
world of computer. Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet,
Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya
di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum
yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang
berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi.
Perusahaan-perusahaan
pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world
of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan
masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk
dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui
jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah
dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan
mempergunakan electronic money.
Tidak
jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan
misi bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan perangkat canggih teknologi
informasi telah merubah mindset manajemen perusahaan sehingga tidak
jarang terjadi perusahaan yang banting stir menggeluti bidang lain. Bagi
negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang, dilema mengenai
pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi banyak
perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya,
sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli
perangkat teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi,
berarti tidak dapat bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya,
alias harus gulung tikar.
Hal
terakhir yang paling memusingkan kepala manajemen adalah kenyataan
bahwa lingkungan bisnis yang ada pada saat ini sedemikian seringnya
berubah dan dinamis. Perubahan yang terjadi tidak hanya sebagai dampak
kompetisi yang sedemikian ketat, namun karena adanya faktor-faktor
external lain seperti politik (demokrasi), ekonomi (krisis), sosial
budaya (reformasi), yang secara tidak langsung menghasilkan
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus ditaati
perusahaan. Secara operasional, tentu saja fenomena ini sangat
menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya.
Tidak jarang di tengah-tengah konstruksi sistem informasi, terjadi
perubahan kebutuhan sehingga harus diadakan analisa ulang terhadap
sistem yang akan dibangun.
Dengan
mencermati keadaan ini, jelas terlihat kebutuhan baru akan teknologi
informasi yang cocok untuk perusahaan, yaitu teknologi yang mampu
adaptif terhadap perubahan. Para praktisi negara maju menjawab tantangan
ini dengan menghasilkan produk-produk aplikasi yang berbasis objek,
seperti OOP (Object Oriented Programming), OODBMS (Object Oriented
Database Management System), Object Technology, Distributed Object, dan
lain sebagainya.
PERUBAHAN POLA PIKIR SEBAGAI SYARAT
Dari
keempat era di atas, terlihat bagaimana alam kompetisi dan kemajuan
teknologi informasi sejak dipergunakannya komputer dalam industri hingga
saat ini terkait erat satu dan lainnya. Memasuki abad informasi berarti
memasuki dunia dengan teknologi baru, teknologi informasi.
Mempergunakan teknologi informasi seoptimum mungkin berarti harus
merubah mindset. Merubah mindset merupakan hal yang teramat sulit untuk
dilakukan, karena pada dasarnya "people do not like to change". Kalau
pada saat ini dunia maju dan negara-negara tetangga Indonesia sudah
memiliki komitmen khusus untuk mengambil bagian dalam penciptaan
komponen-komponen sistem informasi, bagaimana dengan Indonesia? Masih
ingin menjadi negara konsumen? Atau sudah mampu menjadi negara produsen?
Paling tidak, hal yang harus ada terlebih dahulu di setiap manusia
Indonesia adalah kemauan untuk berubah. Tanpa "willingness to change",
sangat mustahillah bangsa Indonesia dapat memanfaatkan teknologi
informasi untuk membangun kembali bangsa yang hancur ditelan krisis saat
ini.
Teknologi informasi banyak berperan dalam bidang-bidang antara lain :
Bidang pendidikan(e-education).
Globalisasi
telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari
pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih
terbuka (Mukhopadhyay M., 1995). Sebagai contoh kita melihat di Perancis
proyek ?Flexible Learning?. Hal ini mengingatkan pada ramalan Ivan
Illich awal tahun 70-an tentang ?Pendidikan tanpa sekolah (Deschooling
Socieiy)? yang secara ekstrimnya guru tidak lagi diperlukan.
Bishop
G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat
luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang
memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman
pendidikan sebelumnya.
Mason
R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan
oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi,
bukannya gedung sekolah. Namun, teknologi tetap akan memperlebar jurang
antara di kaya dan si miskin.
Tony
Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan
jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan
mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi.
Alisjahbana
I. (1966) mengemukakan bahwa pendekatan pendidikan dan pelatihan
nantinya akan bersifat ?Saat itu juga (Just on Time)?. Teknik pengajaran
baru akan bersifat dua arah, kolaboratif, dan inter-disipliner.
Romiszowski
& Mason (1996) memprediksi penggunaan ?Computer-based Multimedia
Communication (CMC)? yang bersifat sinkron dan asinkron.
Dari ramalan
dan pandangan para cendikiawan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan
masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih
bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait
pada produktivitas kerja ?saat itu juga? dan kompetitif.
Kecenderungan dunia pendidikan di Indonesia di masa mendatang adalah:
Berkembangnya
pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning).
Kemudahan untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh
perlu dimasukan sebagai strategi utama.
Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah jaringan
Perpustakaan
& instrumen pendidikan lainnya (guru, laboratorium) berubah fungsi
menjadi sumber informasi daripada sekedar rak buku.
Penggunaan
perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia,
dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video.